KEBANGKITAN MENURUT
NABI PADA MASA PEMBUANGAN BABILONIA
I.
Pendahuluan
Pada pelajaran sebelumnya telah
dibahas mengenai unsur yang baru dalam
kenabian abad ke 8 SM. Selain pada nabi abad 8 SM, ternyata ada juga nabi yang
ikut tertawan pada masa pembuangan Babilonia yakni Nabi Yeheskiel dan nabi
Daneil. Keduanya menyerukan tentang kebangkitan di tempat yang berbeda. Daniel
menyerukannya dari dalam kerajaan sedangkan Nabi Yeheskiel di luar kerajaan
Babilonia. Untuk lebih jelasnya, maka
pada kesempatan ini penulis akan memaparkan tentang bagaimana pandangan kedua
nabi tersebut tentang kebangkitan. Semoga paper ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca. Penulis juga
menerima saran dan kritikan untuk melengkapi paper ini.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian
Nabi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
nabi merupakan orang pilihan Allah untuk menerima wahyuNya.[1]
Pengertian lain mengenai nabi adalah orang yang dipenuhi Roh Allah untuk
berbicara atau bertindak dengan cara tertentu dalam menafsirkan peristiwa lampau dan yang sedang terjadi atau waktu
yang akan datang. Para Nabi Perjanjian Lama berbicara dari kedalaman pengetahuan
akan Allah mereka mewartakan kesetiaan kepada perjanjian dan menentang
pelaksanaan hukum secara lahiriah. Sebagai orang yang dipanggil oleh Allah
mereka menyampaikan sabdanya kepada umat.[2]
Fungsi nabi sebagai perantara atau perpanjangan tangan Tuhan untuk menyampaikan
Firman Allah. Seain itu nabi juga bertugas untuk menjadi hamba dalam
menympaikan Firman Tuhan kemana pun Tuhan akan menyuruhnya. Nabi sebagai
pemyambung lidah Allah dan seorang nabi datang untuk memperbaiki atau
meluruskan hal-hal yang menyimpang serta me manggil mereka yang memberontak
bahkan yang belum menerima Kristus untuk kembali dan taat kepadaNya.[3]
2.2.
Pengertian
kebangkitan
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebangkitan
adalah kebangunan (menjadi sadar), perihal bangkit dari mati.[4]
Dalam Perjanjian Lama, topik kebangkitan sangat minim. Karena topik kebangkitan
sudah dibicarakan di dunia Mesir dan
Babel. Kemungkinan lain, dalam pandangan keyahudian kebangkitan itu berbeda.
Misalnya kelompok Saduki yang menolak adanya kebangkitan hidup manusia. Bagi
orang Saduki kematian adalah pembinasaan. Karena itu pegharapan kebangkitan itu
tidak ada. [5]
Dalam Perjanjian Baru kata
“bangkit” atau “kebangkitan” secara umum
diterjemahkan dari beberapa kata Yunani
yang punya pengertian yang sama. Pertama, kata “anistemi” yang artinya “membangkitkan” atau membangunkan
(bnd.Mat.22:24;Mrk.5:42). Yohanes menggunakan kata anistemi untuk menyebutkan
bahwa Yesus adalah kebangkitan yang hidup (Yoh.11:25-26). Yesus adalah buah
sulung kebangkitan (Kis.26:23). Kedua adalah kata egeiro yang artinya
membangunkan dari tidur. Dalam budaya orang Yunani makna kata ini hanya dalam
arti kebangunan atau bangkit dari tidur saja. Hal ini disebabkan karena orang
Yunani meyakini bahwa jiwa manusia adalah hidup. Namun lain halnya dengan
pemahaman Alkitab. Perkataan egeiro
dimaknai untuk menjelaskan dari antara orang mati (Mrk.4:38). Bila dikaitkan
dengan kebangkitan Yesus, kebangkitan itu adalah tanda-tanda zaman mesianis dan
hadirnya kebangkitan untu manusia (bnd.
Mat27:32). Ketiga, zoe artinya hidup,
kehidupan. Kata zoe ini digunakan untuk menjelaskan kehidupan dan
kebangkitan Kristus (Why.1:18;2:8).[6]
2.3.
Konteks
Pembuangan Babilonia
Kata Babilonia dalam bahasa Ibrani
untuk Babilon. Menurut tradisi setempat , kota ini dibangun oleh Dewa Marduk.
Babilonia juga bisa menyebutkan kota/kerajaan kuno di Mesopotamia Selatan.
Babilonia sama dengan Babel dimana sinonim dari Negara atau tempat
“pembuangan”, tempat adanya kerinduan akan kelepasan, dan karena itu, merupakan
tempat adanya pengaharapan. Babel adalah tempat pembuangan orang-orang Yahudi
setelah perebutan Yerusalem pada masa 586 SM.[7]
Kota-kota di Babilonia memperoleh hak
otonomi dan hak istimewa dari raja. Kota berpusat di kuil. Tiap kota memiliki
pengadilan sendiri, dan kasus hukum seringkali diputuskan dalam majelis. Kuil
mendominasi struktur sosial. Status sosial dan hak politik seseorang
ditentukan berdasarkan posisi mereka terkait dengan hierarki kagamaan. Para
pekerja, misalnya perajin, memperoleh status yang tinggi. Selain itu, terdapat pula serikat
pekerja untuk memberi para pekerja daya tawar kolektif.
2. Konteks
budaya dan agama
Pada umumnya orang-orang di
Babilonia menyembah dewa-dewi. Salah satunya adalah Dewa Marduk. Walalupun ada
dewa-dewi untuk disembah orang Babel, ternyata orang Israel yang terbuang bebas
melaksanakan praktik-praktik keagamaan mereka serti sunat dan peraturan hari
sabat.[9]
Karya seni dari masa kejayaan Babilonia
amat dihargai dan dirawat. Contohnya, ketika sebuah patung Sargon Agung (Sargon
dari Akkad) ditemukan dalam suatu pekerjaan konstruksi, diperintahkan untuk
dibangun sebuah kuil untuk patung tersebut. Diceritakan pula bahwa
Nebukhadnezzar, dalam upayanya membangun ulang kuil di Sippar, harus melakukan
penggalian berulang hingga ia menemukan fondasi Naram-Suen, suatu penemuan yang
memungkinkannya membangun kembali kuil tersebut secara layak. Babilonia Baru
juga membangkitkan kembali praktik penunjukkan putri kerajaan sebagai pendeta
dewi bulan, Sin, suatu kebiasaan yang dulu dilakukan pada masa Sargon.[10]
3. Konteks
ekonomi[11]
Pada periode Babilonia baru, banyak
tanah yang dibuka untuk diolah. Kedamaian dan kekuasaan kekaisaran membuat
tersedianya sumber daya untuk memperluas irigasi dan membangun sistem kanal.
Daerah pedesaan Babilonaia didominasi
oleh perkebunan-perkebunan besar, yang diberikan kepada pejabat pemerintah
sebagai bentuk pembayaran. Perkebunan-perkebunan ini biasanya dikelola melalui
penguasa lokal, yang mengambil sebagian keuntungan. Penduduk desa ikut serta
dalam perkebunan tersebut dengan menjadi buruh dan penyewa tanah.
2.4.
Nama
nabi-nabi masa pembuangan Babilonia
2.4.1.
Nabi
Daniel
Daniel adalah seorang keturunan
raja Yehuda (Dan.1:1-21), yang atas perintah raja Nebukadnezar dari Babilonia
yang jaya pada waktu itu, dibawa ke dalam istana untuk dilatih menjadi pelayan
raja Nebukadnezar. Kemungkinan Daniel turut diangkut sewaktu masa mudanya
bersama raja Yoyakim ke Babilonia sebagai tawanan perang pada tahun 587 SM.
Jadi Daniel mendapat pendidikan di dalam istana pada masa mudanya.[12] Dan ia mendapat kepercayaan dari raja
Nebukadnezar, sehingga diangkat menjadi seorang pejabat penting dalam
kerajaannya. [13]
Daniel adalah orang Yahudi[14]
yang memiliki sosok orang bijaksana dan
benar dan yang melegendaris.[15]
2.4.2.
Nabi
Yeheskiel
Yeheskiel adalah seorang imam dan
anak Busi, seorang imam dari keturunan Zadok (Yeh.1:3). Dia adalah salah satu
dari kelompok 10.000 orang Ibrani yang ditawan oleh Raja Nebukadnezar dari
Babilonia pada tahun 597 SM (II Raj.24:10-17). Yeheskile dan para tawanan yang
masih hidup dalam perjalanan sebagai tawanan
ke Mesopotamia menetap di dekat Sungai Kebar (Kanal) di Babilonia.
Yeheskiel sudah menikah (Yeh.24:15-16), tetapi hal lain dalam kehidupannya
sebelum dia dipanggil untuk pelayanan
kenabian tidak diketahui. Arti Yeheskiel adalah “Allah menguatkan” yang
mengingatkan pada pelayanan penghiburan
dan pemberian semangat di antara orang-oran Ibrani dalam pembuangan.[16] Ia melayani mereka yang tinggal
dan menetap di sana.[17]
Sekitar
lima tahun kemudian, pada umur 30 tahun (Yeh. 1:2-3), Yehezkiel
menerima panggilan sebagai nabi dan penugasan ilahinya lewat suatu penampakan
ajaib (Yeh.1-3), setelah itu ia melayani dengan setia selama sekurang-kurangnya
22 tahun (Yeh. 29:17). Disebutkan
bahwa ia memiliki rumah sendiri (lihat 3:24; 8:1) dan telah menikah menikah
meski akhirnya istrinya meninggal dunia (Yeh. 24:15-18).[18]
Yeheskiel hidup pada masa yang sama dengan Yeremia, tetapi meskipun demikian,
mereka berdua tidak saling mempengaruhi. Mungkin relasi antara
kedua orang ini kurang begitu
baik, lebih-lebih sesudah Yeheskiel
tertawan di Babilonia, hubungan antara kedua orang ini tidak mungkin
lagi. [19]
Yeheskiel adalah satu nabi ekstase. Misalnya ketika Tuhan memerintahkan Nabi
keluar dri lubang tembok. Nabi Yeheskiel merasakan bagaman Roh Tuhan menguasainya sejak ia dipanggil menjadi nabi
(Yeh.1;2:2;3:24). Ia berkeyakinan bahwa Roh Tuhan merupakan kuasa yang mengilhaminya dengan
penglihatan-penglihatan (Yeh:11:24b). Ciri khas ekstase yang dimiliki nabi tidak membuat mereka
kehilangan kesadaran. Walau mereka
kelihatan kesurupan, tetapi mereka tetap sadar terus seratus persen. Emosi dan
akal budi tetap stabil.[20] Yeheskiel disebut sebagai “anak manusia”
(Ibr. ben adam, 2:1;
3:1,3,4,10,17,25; 4:1). Nama itu memperlihatkan nabi sebagai makhluk rendaah dihadapan Tuhan, yang bertindak untuk
mempertahankan kekudusan namaNya yang
sedang dinajiskan orang-orang Israel di mana pun mereka tinggal di antara
bangsa-bangsa (36:21-22;39:24; bnd. 20:39).[21]
2.5.
Kebangkitan
menurut para nabi masa pembuangan Babilonia
2.5.1.
Nabi
Daniel
Banyak yang beristirahat akan dalam kuburan akan hidup selamanya
(Dan.12:2). Janji kebangkitan bagi
ganjaran dan hukuman individual ini hampir
tidak dapat disejajarkan dalam
PL. Orang beriman yang tetap bertahan selama waktu penganiayaan akan diberi janji ganjaran kekal. Semua orang mati menghuni syeol,
meskipun bukan tempat pembalasan, adalah tempat dimana hubungan Allah sama sekali terputus.[22]
Kebangkitan menurut Daniel dipahami bukan hanya
untuk pribadi atau orang tertentu saja, melainkan kebangkitan bagi semua
orang (universal) baik yang jahat maupun yang setia kepada Tuhan.[23]
2.5.2.
Nabi
Yeheskiel
Dalam Yeheskiel pasal 37, kata yang
digunakan untuk menunjuk kebangkitan ialah kata (hayyah) yang artinya hidup. Dalam bentuk hiffaelnya berarti menghidupkan.[24] Kebangkitan dalam penglihatan Yeheskiel ini
bahwa tulang-tulang kering akan dihidupkan kembali. Kebangkitan yang dimaksud merupakan kiasan
atau simbol untuk menjawab pertanyaan
orang-orang Yahudi, mengenai masa akhir hidup dari manusia itu terkhusunya
ketika sedang diperhadapkan dalam situasi pertempuran karena bangkitnya tentara
Nebukadnezar. [25]
Tulang-tulang
di lembah digunakan sebagai metafora untuk menyebut orang-orang Yehuda yang
terasing dan melarat di tempat pengasingan. Orang-orang ini akan selamat
dan itu tersirat dalam penglihatan Yehezkiel selanjutnya “Ialu firmann-Nya
kepadaku: “bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah
kepadanya: Hai tulang-tulang yang kering, dengarkanlah Firman Tuhan!
Beginilah Firman Tuhan Allah kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup
di dalammu , supaya kamu hidup
kembali . . . Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan” (37:4-6).
Tulang-tulang ini akan diberi nafas kehidupan sehingga mereka dapat hidup
kembali seperti sediakala dan semua dimaksudkan pertama-tama agar bangsa Israel
tahu dan sadar bahwa Yahwelah Tuhan yang begitu mengasihi mereka dan akan
senantiasa menyelamatkan mereka. Demikianlah maksud penglihatan ini secara eksplisit
disebutkan dalam Yeh. 37:11-14. Disinilah letak inti pesan yang mau disampaikan
lewat penglihatan tulang-tulang kering ini. Bahwa Allah sungguh akan
membangkitkan bangsa Israel dari kuburnya. Tuhan akan memulangkan bangsa Israel
kembali ke tanah Israel seperti sediakala. Mereka akan dicurahi Roh Tuhan sendiri sebagai
sumber kekuatan yang memampukan mereka hidup dan berkembang di tanah asalnya.[26]
III.
Refleksi
Teologis
Ada
pun yang dapat direfleksikan dari pemaparan diatas Pertama, Tuhan hendak
menegaskan kapada Israel bahwa Ia adalah Tuhan yang setia pada janjinya
dan Kedua, Tuhan sungguh-sungguh mengasihi dan
mencintai manusia.
1. Tuhan setia dengan janjiNya
Sejak semula
pada zaman bapa-bapa bangsa, Allah telah mengikat perjanjian dengan
Abraham berkat kesetiaan-Nya. Perjanjian itu menjadi tanda bahwa Allah akan
senantiasa menyertai dan memberkati Abraham dan seluruh keturunannya. Pada
zaman Musa, perjanjian antara Tuhan dan Israel pun
semakin dilegitimasi dengan sejumlah peraturan yang dibuat oleh Allah sendiri.
Dengan mematuhi perintah-perintah-Nya, bangsa Israel menjadi umat kesayangan
Yahwe.
Namun pada
zaman Yehezkiel
dan Daniel, perjanjian itu dilanggar oleh umat Israel. Umat Israel
sering menyeleweng dan tidak setia pada perintah Allah, akibatnya Yerusalem, kota kebanggaan
orang-orang Israel diserang oleh musuh (kerajaan Babilonia) dan mereka ditawan.
Mereka menjadi orang-orang buangan di tanah bangsa asing. Maskipun demikian hal
itu tidak berarti Allah menolak dan
berpaling dari bangsa Israel, bangsa pilihan-Nya. Justru sebaliknya lewat
perikop ini Allah hendak
membuktikan bahwa Ia adalah Tuhan yang tidak pernah ingkar akan janji-Nya. Dari
perikop inilah, Nabi Yehezkiael dan Nabi Daniel lewat penglihatan-Nya menubuatkan
bagaimana bangsa Israel yang yang sedang ‘sekarat’ hidupnya itu akan
dibangkitkan kembali oleh Allah menjadi bangsa yang besar.
Dari sini juga hendak ditegaskan bahwa
kekalahan Israel dan jatuhnya Yerusalem ke tangan bangsa Babilonia tidaklah
berarti Tuhan adalah Allah
yang lemah, Allah yang ingkar janji dan berpaling dari bangsa Israel. Justru
sebaliknya lewat peristiwa pembuangan Allah hendak menegur sekaligus
mengingatkan bangsa Israel akan ketidaksetiaannya pada hukum dan aturan yang
sejak dulu telah menjadi perjanjian kudus antara Allah dengan leluhur bangsa Israel. Oleh
karena itu masa-masa di pembuangan haruslah menjadi masa-masa refleksi bagi
umat Israel atas pelanggaran yang telah mereka perbuat. Dan melalui Yehezkiel dan Daniel, yang datang sebagai
pembawa cahaya yang memberi pencerahan budi sekaligus motivasi bagi
orang-orang Israel di tanah pembuangan untuk berbalik setia kepada Allah.
2. Tuhan mengasihi manusia
Kesetiaan Tuhan yang terus
menerus kepada bangsa Israel, meskipun umat Israel selalu berpaling mencoba menjauh sekaligus
hendak menunjukkan betapa Tuhan sangat
mencintai dan mengasihi bangsa Israel. Sejak semula Tuhan telah memilih
bangsa Israel sebagai bangsa pilihan dan umat Israel menjadi umat
kesayangan-Nya, oleh karena itu bangsa Israel merupakan bangsa yang diberkati
oleh Allah. Allah ingin agar umat-Nya membalas cinta-Nya dengan taat pada
aturan dan perjanjian-Nya sebab dengan demikian rahmat-Nya akan senantiasa
tersalurkan dan Israel akan menjadi bangsa yang besar. Dan ketika umat Israel
tidak taat dan akhirnya jatuh ke tangan bangsa asing, Tuhan pun tetap mengasihi dan mencintai bangsa
Israel yakni dengan mengutus utusan-utusan-Nya ke tengah-tengah bangsa Israel
guna mengingatkan mereka dan mengantar mereka kembali ke hadirat Allah.
IV.
Kesimpulan
Sejarah Israel
dan sejarah monoteisme adalah sama, perkembangannya diatur dan diprakarsai
Allah melalui para nabi-Nya. Tatkala kerajaan Israel hancur, agama tetap hidup
berkat usaha para nabi yang melestarikan sisa-sisa nasionalisme. Nasionalisme
Israel ini berjalan dengan ikatan perjanjian dan teokrasi Allah
atas Israel yang berakar dalam hati setiap orang Israel. Nubuat para nabi
tersebut berisikan situasi dan kondisi ikatan perjanjian dan teokrasi Allah
atas Israel. Namun, Israel kadangkala juga melakukan perbuatan yang menyakiti
hati Allah sehingga harus diadili oleh Allah sendiri dengan berbagai hukuman,
misalnya: bangsa Israel dibuang ke Babel dan dikuasai oleh bangsa asing itu. Di
situlah, Allah juga hadir melalui para nabi-Nya dan tetap memelihara bangsa-Nya
dengan sabda-Nya sendiri. Untuk itu, Allah adalah Allah yang tetap setia kepada
bangsa itu dan membuat perjanjian yang menyenangkan bangsa itu.Demikian
juga dengan Nabi Yeheskiel dan Daniel bernubuat sesuai dengan peranan
masing-masing.
Peranan nabi
Yehezkiel dalam karya dan kehendak Allah ini memang cukup penting sehubungan
dengan usahanya dalam menggerakkan umat Israel untuk berbalik kepada Allah.
Dalam kitabnya, ia menyerukan kepada umat Israel apa yang disampaikan oleh
Allah kepadanya. Intinya, Allah menginginkan agar umat Israel dibuang karena
dosa dan kesalahan mereka dan kemudian Allah menghendaki suatu restorasi bagi
umat Israel pula, baik dalam segi kehidupan spiritual maupun dalam segi
kehidupan non-spiritual. Peranan
Nabi Daniel dan karyanya juga penting,
di mana ia menyerukan tentang bangunnya
orang-orang yang telah tidur di
dalam debu. Yang artinya adanya pengharapan bahwa adanya kebangkitan untuk
semua orang. Ia bernubuat di dalam
Istana Babel.
V.
Daftar
pustaka
1. Sumber
buku
Bakker, F.L., Sejarah
Kerajaan Allah
1, Jakarta :BPK Gunung Mulia, 2012
Barth,
Christoph,dkk, Teologi Perjanjian Lama 2,
Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012
Blommendaal,
J., Pengantar kepada Perjanjian Lama,Jakarta:BPK
Gunung Mulia, 2003
Brown,
C., “Resurrection”, Dictionary
of the New Testament Theology vol.V, Michigan: Zondervan,Grand Rapids,1986
Browning, W.R.F.,Kamus Alkitab, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012
Collins, Geral O’ & S.J. Edward G. Farrugia, Istilah-istilah Teologi,
Jakarta:Kanisius,2001
Gelsston
A., “Saduki”, Ensiklopedia Masa Kini,
jilid II,M-Z, Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Hill,
Andrew E. & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, Malang:Gandum Mas, 2013
Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2010
King,
Philip J. &Lawrence E. Stager, Life
in Biblical Israel, Jakarta:BPK Gunung Mulia,2012
Lembaga Biblika
Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Jogjakarta:
Kanisius, 2002
Ludji,
Barnaban, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama
2, Bandung:Bina Media Informasi, 2009
MAWI, Kitab Para Nabi
I, Zondervan :Ende-Flores
Rapids Nusa Indah,
2006
Poerwadarminta,
W.J.S., Tim Penyusus Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1991
Russel,
D.S., Penyingkapan Illahi,
Jakarta:BPK Gunung Mulia,1993
Siahaan,
S.M. & Robert M.Paterson, ”Kitab
Daniel” Latarbelakang, Tafsiran dan Pesan, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012
Sipayung,
Jonriahman, Air Mata menjadi Mata Air
dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan edisi XXVIII, Medan:STT AS, 2012
Spark,T.
Austin, Pelayanan Nubuatan,
Jakarta:Yayasan PI, 2002
2. Sumber
Internet
Wikipedia,
http://id.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Babilonia terakhir diubah pada 17.58, 17 Juli
2014 diakses pada tanggal 03 oktober 2014 pukul 15.26
[1]
W.J.S. Poerwadarminta,Tim Penyusus
Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1991),605
[2]
Geral O’ Collins & S.J. Edward G. Farrugia,Isilah-istilah Teologi,(Jakarta:Kanisius,2001),211
[3]
T. Austin Spark,Pelayanan
Nubuatan,(Jakarta:Yayasan PI,2002),11-12
[4] W.J.S. Poerwadarminta, Tim Penyusus Kamus Besar Bahasa Indonesia,88
[5]
A. Gelsston, “Saduki”,
Ensiklopedia Masa Kini, jilid II,M-Z,(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih,2008), 335-336
[6] Jonriahman Sipayung, Air Mata menjadi Mata Air dalam Jurnal
Teologi STT Abdi Sabda Medan edisi XXVIII,(Medan:STT AS,2012), 53
[7]
W.R.F.Browning, Kamus Alkitab,(Jakarta:BPK
Gunung Mulia),42
[8] Wikipedia, http://id.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Babilonia terakhir
diubah pada tanggal 17 Juli 2014 pukul 17.58. diakses pada tanggal
03 Oktober 2014 pukul 15.26
[9]
Philip J. King &Lawrence E. Stager,Life in Biblical Israel,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2012),292
[10] Wikipedia, http://id.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Babilonia terakhir
diubah pada tanggal 17 Juli 2014 pukul 17.58. diakses pada
tanggal 03 Oktober 2014 pukul 15.26
[12] S.M. Siahaan & Robert M.Paterson,”Kitab Daniel” Latarbelakang, Tafsiran dan
Pesan,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2010),11
[13]
J.Blommendaal, Pengantar kepada
Perjanjian Lama,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2003),165
[14]
D.S. Russel, Penyingkapan Illahi,(Jakarta:BPK
Gunung Mulia1993),65
[15]
W.R.F.Browning, Kamus Alkitab,73
[16]
Andrew E. Hill & John H. Walton,Survei Perjanjian Lama,(Malang:Gandum
Mas,2013),552
[19]
J.Blommendaal, Pengantar kepada
Perjanjian Lama,123
[20]
Barnaban Ludji, Pemahaman Dasar
Perjanjian Lama 2,(Bandung:Bina Media Informasi,2009 ),14-15
[21]
Christoph Barth,dkk,Teologi
Perjanjian Lama 2,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2012),362
[23]
Jonriahman Sipayung, Air Mata
menjadi Mata Air dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan edisi XXVIII,53
[24] Reinhard Achenbach, Kamus Ibrani –Indonesia,(Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2012),104
[25] C. Brown, “Resurrection”, Dictionary
of the New Testament Theology vol.V, (Michigan: Zondervan,Grand Rapids,
1986), 267