SCITO TE IPSUM

The greatest thing in all my life is knowing you. I want to know you more. The greatest thing in all my life is loving you. I want to love you more. The greatest thing in all my life is serving you. I want to serve you more.

Senin, 11 April 2016

TEOLOGI PL 2/ KEBANGKITAN



KEBANGKITAN MENURUT NABI PADA MASA PEMBUANGAN BABILONIA
I.              Pendahuluan

Pada pelajaran sebelumnya telah dibahas mengenai unsur yang baru  dalam kenabian abad ke 8 SM. Selain pada nabi abad 8 SM, ternyata ada juga nabi yang ikut tertawan pada masa pembuangan Babilonia yakni Nabi Yeheskiel dan nabi Daneil. Keduanya menyerukan tentang kebangkitan di tempat yang berbeda. Daniel menyerukannya dari dalam kerajaan sedangkan Nabi Yeheskiel di luar kerajaan Babilonia.  Untuk lebih jelasnya, maka pada kesempatan ini penulis akan memaparkan tentang bagaimana pandangan kedua nabi tersebut tentang kebangkitan. Semoga paper ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca.  Penulis juga menerima saran dan kritikan untuk melengkapi paper ini.
II.           Pembahasan
2.1.   Pengertian Nabi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia nabi merupakan orang pilihan Allah untuk menerima wahyuNya.[1] Pengertian lain mengenai nabi adalah orang yang dipenuhi Roh Allah untuk berbicara atau bertindak dengan cara tertentu dalam menafsirkan peristiwa  lampau dan yang sedang terjadi atau waktu yang akan datang. Para Nabi Perjanjian Lama berbicara dari kedalaman pengetahuan akan Allah mereka mewartakan kesetiaan kepada perjanjian dan menentang pelaksanaan hukum secara lahiriah. Sebagai orang yang dipanggil oleh Allah mereka menyampaikan sabdanya kepada umat.[2] Fungsi nabi sebagai perantara atau perpanjangan tangan Tuhan untuk menyampaikan Firman Allah. Seain itu nabi juga bertugas untuk menjadi hamba dalam menympaikan Firman Tuhan kemana pun Tuhan akan menyuruhnya. Nabi sebagai pemyambung lidah Allah dan seorang nabi datang untuk memperbaiki atau meluruskan hal-hal yang menyimpang serta me manggil mereka yang memberontak bahkan yang belum menerima Kristus untuk kembali dan taat kepadaNya.[3]
2.2.   Pengertian kebangkitan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebangkitan  adalah kebangunan (menjadi sadar), perihal bangkit dari mati.[4] Dalam Perjanjian Lama, topik kebangkitan sangat minim. Karena topik kebangkitan sudah  dibicarakan di dunia Mesir dan Babel. Kemungkinan lain, dalam pandangan keyahudian kebangkitan itu berbeda. Misalnya kelompok Saduki yang menolak adanya kebangkitan hidup manusia. Bagi orang Saduki kematian adalah pembinasaan. Karena itu pegharapan kebangkitan itu tidak ada. [5]
Dalam Perjanjian Baru kata “bangkit” atau  “kebangkitan” secara umum diterjemahkan dari beberapa kata  Yunani yang punya pengertian yang sama. Pertama, kata “anistemi” yang artinya “membangkitkan” atau membangunkan (bnd.Mat.22:24;Mrk.5:42). Yohanes menggunakan kata anistemi  untuk menyebutkan bahwa Yesus adalah kebangkitan yang hidup (Yoh.11:25-26). Yesus adalah buah sulung kebangkitan (Kis.26:23). Kedua adalah kata egeiro  yang artinya membangunkan dari tidur. Dalam budaya orang Yunani makna kata ini hanya dalam arti kebangunan atau bangkit dari tidur saja. Hal ini disebabkan karena orang Yunani meyakini bahwa jiwa manusia adalah hidup. Namun lain halnya dengan pemahaman Alkitab. Perkataan egeiro dimaknai untuk menjelaskan dari antara orang mati (Mrk.4:38). Bila dikaitkan dengan kebangkitan Yesus, kebangkitan itu adalah tanda-tanda zaman mesianis dan hadirnya kebangkitan untu manusia  (bnd. Mat27:32). Ketiga, zoe artinya hidup, kehidupan. Kata zoe  ini digunakan untuk menjelaskan kehidupan dan kebangkitan Kristus (Why.1:18;2:8).[6]
2.3.   Konteks Pembuangan Babilonia
Kata Babilonia dalam bahasa Ibrani untuk Babilon. Menurut tradisi setempat , kota ini dibangun oleh Dewa Marduk. Babilonia juga bisa menyebutkan kota/kerajaan kuno di Mesopotamia Selatan. Babilonia sama dengan Babel dimana sinonim dari Negara atau tempat “pembuangan”, tempat adanya kerinduan akan kelepasan, dan karena itu, merupakan tempat adanya pengaharapan. Babel adalah tempat pembuangan orang-orang Yahudi setelah perebutan Yerusalem pada masa 586 SM.[7]
1.      Konteks Sosial politik[8]
Kota-kota di Babilonia memperoleh hak otonomi dan hak istimewa dari raja. Kota berpusat di kuil. Tiap kota memiliki pengadilan sendiri, dan kasus hukum seringkali diputuskan dalam majelis. Kuil mendominasi struktur sosial. Status sosial dan hak politik seseorang ditentukan berdasarkan posisi mereka terkait dengan hierarki kagamaan. Para pekerja, misalnya perajin, memperoleh status yang tinggi. Selain itu, terdapat pula serikat pekerja untuk memberi para pekerja daya tawar kolektif.
2.      Konteks budaya dan agama
Pada umumnya orang-orang di Babilonia menyembah dewa-dewi. Salah satunya adalah Dewa Marduk. Walalupun ada dewa-dewi untuk disembah orang Babel, ternyata orang Israel yang terbuang bebas melaksanakan praktik-praktik keagamaan mereka serti sunat dan peraturan hari sabat.[9]
 Karya seni dari masa kejayaan Babilonia amat dihargai dan dirawat. Contohnya, ketika sebuah patung Sargon Agung (Sargon dari Akkad) ditemukan dalam suatu pekerjaan konstruksi, diperintahkan untuk dibangun sebuah kuil untuk patung tersebut. Diceritakan pula bahwa Nebukhadnezzar, dalam upayanya membangun ulang kuil di Sippar, harus melakukan penggalian berulang hingga ia menemukan fondasi Naram-Suen, suatu penemuan yang memungkinkannya membangun kembali kuil tersebut secara layak. Babilonia Baru juga membangkitkan kembali praktik penunjukkan putri kerajaan sebagai pendeta dewi bulan, Sin, suatu kebiasaan yang dulu dilakukan pada masa Sargon.[10]
3.      Konteks ekonomi[11]
Pada periode Babilonia baru, banyak tanah yang dibuka untuk diolah. Kedamaian dan kekuasaan kekaisaran membuat tersedianya sumber daya untuk memperluas irigasi dan membangun sistem kanal. Daerah pedesaan Babilonaia didominasi oleh perkebunan-perkebunan besar, yang diberikan kepada pejabat pemerintah sebagai bentuk pembayaran. Perkebunan-perkebunan ini biasanya dikelola melalui penguasa lokal, yang mengambil sebagian keuntungan. Penduduk desa ikut serta dalam perkebunan tersebut dengan menjadi buruh dan penyewa tanah.
2.4.   Nama nabi-nabi masa pembuangan Babilonia
2.4.1.      Nabi Daniel
Daniel adalah seorang keturunan raja Yehuda (Dan.1:1-21), yang atas perintah raja Nebukadnezar dari Babilonia yang jaya pada waktu itu, dibawa ke dalam istana untuk dilatih menjadi pelayan raja Nebukadnezar. Kemungkinan Daniel turut diangkut sewaktu masa mudanya bersama raja Yoyakim ke Babilonia sebagai tawanan perang pada tahun 587 SM. Jadi Daniel mendapat pendidikan di dalam istana pada masa mudanya.[12]  Dan ia mendapat kepercayaan dari raja Nebukadnezar, sehingga diangkat menjadi seorang pejabat penting dalam kerajaannya. [13] Daniel adalah orang Yahudi[14] yang memiliki sosok  orang bijaksana dan benar dan yang melegendaris.[15]  
2.4.2.      Nabi Yeheskiel
Yeheskiel adalah seorang imam dan anak Busi, seorang imam dari keturunan Zadok (Yeh.1:3). Dia adalah salah satu dari kelompok 10.000 orang Ibrani yang ditawan oleh Raja Nebukadnezar dari Babilonia pada tahun 597 SM (II Raj.24:10-17). Yeheskile dan para tawanan yang masih hidup dalam perjalanan sebagai tawanan  ke Mesopotamia menetap di dekat Sungai Kebar (Kanal) di Babilonia. Yeheskiel sudah menikah (Yeh.24:15-16), tetapi hal lain dalam kehidupannya sebelum  dia dipanggil untuk pelayanan kenabian tidak diketahui. Arti Yeheskiel adalah “Allah menguatkan” yang mengingatkan  pada pelayanan penghiburan dan pemberian semangat di antara orang-oran Ibrani dalam pembuangan.[16] Ia melayani mereka yang tinggal dan menetap di sana.[17]  Sekitar lima tahun kemudian, pada umur 30 tahun (Yeh. 1:2-3), Yehezkiel menerima panggilan sebagai nabi dan penugasan ilahinya lewat suatu penampakan ajaib (Yeh.1-3), setelah itu ia melayani dengan setia selama sekurang-kurangnya 22 tahun (Yeh. 29:17). Disebutkan bahwa ia memiliki rumah sendiri (lihat 3:24; 8:1) dan telah menikah menikah meski akhirnya istrinya meninggal dunia (Yeh. 24:15-18).[18]
Yeheskiel  hidup pada masa yang sama  dengan Yeremia, tetapi meskipun demikian, mereka berdua  tidak saling mempengaruhi.  Mungkin relasi   antara  kedua orang ini  kurang begitu baik, lebih-lebih sesudah Yeheskiel  tertawan di Babilonia, hubungan antara kedua orang ini tidak mungkin lagi. [19] Yeheskiel adalah satu nabi ekstase. Misalnya ketika Tuhan memerintahkan Nabi keluar dri lubang tembok. Nabi Yeheskiel merasakan bagaman Roh Tuhan  menguasainya sejak ia dipanggil menjadi nabi (Yeh.1;2:2;3:24). Ia berkeyakinan bahwa Roh Tuhan merupakan kuasa  yang mengilhaminya dengan penglihatan-penglihatan (Yeh:11:24b). Ciri khas ekstase     yang dimiliki nabi tidak membuat mereka kehilangan  kesadaran. Walau mereka kelihatan kesurupan, tetapi mereka tetap sadar terus seratus persen. Emosi dan akal budi tetap stabil.[20]  Yeheskiel disebut sebagai “anak manusia” (Ibr. ben adam, 2:1; 3:1,3,4,10,17,25; 4:1). Nama itu memperlihatkan nabi sebagai makhluk  rendaah dihadapan Tuhan, yang bertindak untuk mempertahankan  kekudusan namaNya yang sedang dinajiskan orang-orang Israel di mana pun mereka tinggal di antara bangsa-bangsa (36:21-22;39:24; bnd. 20:39).[21]
2.5.   Kebangkitan menurut para nabi masa pembuangan Babilonia
2.5.1.      Nabi Daniel
Banyak yang beristirahat akan  dalam kuburan akan hidup selamanya (Dan.12:2). Janji kebangkitan  bagi ganjaran dan hukuman individual ini hampir  tidak dapat disejajarkan  dalam PL. Orang beriman yang tetap bertahan selama waktu  penganiayaan akan diberi  janji ganjaran  kekal. Semua orang mati menghuni syeol, meskipun bukan tempat pembalasan, adalah tempat dimana hubungan Allah  sama sekali terputus.[22] Kebangkitan menurut Daniel dipahami bukan hanya  untuk pribadi atau orang tertentu saja, melainkan kebangkitan bagi semua orang (universal) baik yang jahat maupun yang setia kepada Tuhan.[23]
2.5.2.      Nabi Yeheskiel
            Dalam Yeheskiel pasal 37, kata yang digunakan untuk menunjuk kebangkitan ialah kata (hayyah) yang artinya hidup. Dalam bentuk hiffaelnya berarti menghidupkan.[24]  Kebangkitan dalam penglihatan Yeheskiel ini bahwa tulang-tulang kering akan dihidupkan kembali.  Kebangkitan yang dimaksud merupakan kiasan atau simbol  untuk menjawab pertanyaan orang-orang Yahudi, mengenai masa akhir hidup dari manusia itu terkhusunya ketika sedang diperhadapkan dalam situasi pertempuran karena bangkitnya tentara Nebukadnezar. [25] Tulang-tulang di lembah digunakan sebagai metafora untuk menyebut orang-orang Yehuda yang terasing dan melarat di tempat pengasingan.  Orang-orang ini akan selamat dan itu tersirat dalam penglihatan Yehezkiel selanjutnya “Ialu firmann-Nya kepadaku: “bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepadanya:  Hai tulang-tulang yang kering, dengarkanlah Firman Tuhan! Beginilah Firman Tuhan Allah kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup di dalammu , supaya kamu hidup kembali . . . Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan” (37:4-6). Tulang-tulang ini akan diberi nafas kehidupan sehingga mereka dapat hidup kembali seperti sediakala dan semua dimaksudkan pertama-tama agar bangsa Israel tahu dan sadar bahwa Yahwelah Tuhan yang begitu mengasihi mereka dan akan senantiasa menyelamatkan mereka. Demikianlah maksud penglihatan ini secara eksplisit disebutkan dalam Yeh. 37:11-14. Disinilah letak inti pesan yang mau disampaikan lewat penglihatan tulang-tulang kering ini. Bahwa Allah sungguh akan membangkitkan bangsa Israel dari kuburnya. Tuhan akan memulangkan bangsa Israel kembali ke tanah Israel seperti sediakala. Mereka akan  dicurahi Roh Tuhan sendiri sebagai sumber kekuatan yang memampukan mereka hidup dan berkembang di tanah asalnya.[26]
III.        Refleksi Teologis
Ada pun yang dapat direfleksikan dari pemaparan diatas Pertama, Tuhan hendak menegaskan kapada Israel bahwa Ia adalah Tuhan yang setia pada janjinya dan  Kedua, Tuhan sungguh-sungguh mengasihi dan mencintai manusia.
1.      Tuhan setia dengan janjiNya
Sejak semula pada zaman  bapa-bapa bangsa, Allah telah mengikat perjanjian dengan Abraham berkat kesetiaan-Nya. Perjanjian itu menjadi tanda bahwa Allah akan senantiasa menyertai dan memberkati Abraham dan seluruh keturunannya. Pada zaman Musa, perjanjian antara Tuhan dan Israel pun semakin dilegitimasi dengan sejumlah peraturan yang dibuat oleh Allah sendiri. Dengan mematuhi perintah-perintah-Nya, bangsa Israel menjadi umat kesayangan Yahwe.
Namun pada zaman Yehezkiel dan Daniel, perjanjian itu dilanggar oleh umat Israel. Umat Israel sering menyeleweng dan tidak setia pada perintah Allah, akibatnya Yerusalem, kota kebanggaan orang-orang Israel diserang oleh musuh (kerajaan Babilonia) dan mereka ditawan. Mereka menjadi orang-orang buangan di tanah bangsa asing. Maskipun demikian hal itu tidak berarti Allah menolak dan berpaling dari bangsa Israel, bangsa pilihan-Nya. Justru sebaliknya lewat perikop ini Allah hendak membuktikan bahwa Ia adalah Tuhan yang tidak pernah ingkar akan janji-Nya. Dari perikop inilah, Nabi Yehezkiael dan Nabi Daniel lewat penglihatan-Nya menubuatkan bagaimana bangsa Israel yang yang sedang ‘sekarat’ hidupnya itu akan dibangkitkan kembali oleh Allah menjadi bangsa yang besar.
Dari sini juga hendak ditegaskan bahwa kekalahan Israel dan jatuhnya Yerusalem ke tangan bangsa Babilonia tidaklah berarti Tuhan adalah Allah yang lemah, Allah yang ingkar janji dan berpaling dari bangsa Israel. Justru sebaliknya lewat peristiwa pembuangan Allah hendak menegur sekaligus mengingatkan bangsa Israel akan ketidaksetiaannya pada hukum dan aturan yang sejak dulu telah menjadi perjanjian kudus antara Allah dengan leluhur bangsa Israel. Oleh karena itu masa-masa di pembuangan haruslah menjadi masa-masa refleksi bagi umat Israel atas pelanggaran yang telah mereka perbuat. Dan melalui Yehezkiel dan Daniel, yang datang sebagai pembawa cahaya  yang memberi pencerahan budi sekaligus motivasi bagi orang-orang Israel di tanah pembuangan untuk berbalik setia kepada Allah.

2.      Tuhan mengasihi manusia
Kesetiaan Tuhan yang terus menerus kepada bangsa Israel, meskipun umat Israel selalu berpaling mencoba menjauh sekaligus hendak menunjukkan betapa Tuhan sangat mencintai dan mengasihi bangsa Israel. Sejak semula Tuhan telah memilih bangsa Israel sebagai bangsa pilihan dan umat Israel menjadi umat kesayangan-Nya, oleh karena itu bangsa Israel merupakan bangsa yang diberkati oleh Allah. Allah ingin agar umat-Nya membalas cinta-Nya dengan taat pada aturan dan perjanjian-Nya sebab dengan demikian rahmat-Nya akan senantiasa tersalurkan dan Israel akan menjadi bangsa yang besar. Dan ketika umat Israel tidak taat dan akhirnya jatuh ke tangan bangsa asing, Tuhan  pun tetap mengasihi  dan mencintai bangsa Israel yakni dengan mengutus utusan-utusan-Nya ke tengah-tengah bangsa Israel guna mengingatkan mereka dan mengantar mereka kembali ke hadirat Allah.
IV.        Kesimpulan
Sejarah Israel dan sejarah monoteisme adalah sama, perkembangannya diatur dan diprakarsai Allah melalui para nabi-Nya. Tatkala kerajaan Israel hancur, agama tetap hidup berkat usaha para nabi yang melestarikan sisa-sisa nasionalisme. Nasionalisme Israel ini berjalan dengan ikatan perjanjian dan teokrasi Allah atas Israel yang berakar dalam hati setiap orang Israel. Nubuat para nabi tersebut berisikan situasi dan kondisi ikatan perjanjian dan teokrasi Allah atas Israel. Namun, Israel kadangkala juga melakukan perbuatan yang menyakiti hati Allah sehingga harus diadili oleh Allah sendiri dengan berbagai hukuman, misalnya: bangsa Israel dibuang ke Babel dan dikuasai oleh bangsa asing itu. Di situlah, Allah juga hadir melalui para nabi-Nya dan tetap memelihara bangsa-Nya dengan sabda-Nya sendiri. Untuk itu, Allah adalah Allah yang tetap setia kepada bangsa itu dan membuat perjanjian yang menyenangkan bangsa itu.Demikian juga dengan Nabi Yeheskiel dan Daniel bernubuat sesuai dengan peranan masing-masing.
Peranan nabi Yehezkiel dalam karya dan kehendak Allah ini memang cukup penting sehubungan dengan usahanya dalam menggerakkan umat Israel untuk berbalik kepada Allah. Dalam kitabnya, ia menyerukan kepada umat Israel apa yang disampaikan oleh Allah kepadanya. Intinya, Allah menginginkan agar umat Israel dibuang karena dosa dan kesalahan mereka dan kemudian Allah menghendaki suatu restorasi bagi umat Israel pula, baik dalam segi kehidupan spiritual maupun dalam segi kehidupan non-spiritual. Peranan Nabi Daniel  dan karyanya juga penting, di mana ia menyerukan tentang bangunnya  orang-orang yang telah tidur  di dalam debu. Yang artinya adanya pengharapan bahwa adanya kebangkitan untuk semua orang.   Ia bernubuat di dalam Istana Babel.
V.           Daftar pustaka
1.    Sumber buku
Bakker, F.L., Sejarah Kerajaan Allah 1, Jakarta :BPK Gunung Mulia, 2012
Barth, Christoph,dkk, Teologi Perjanjian Lama 2, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012
Blommendaal, J., Pengantar kepada Perjanjian Lama,Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2003
Brown, C., “Resurrection”, Dictionary of the New Testament Theology vol.V, Michigan: Zondervan,Grand Rapids,1986
 Browning, W.R.F.,Kamus Alkitab, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012
Collins,  Geral O’ & S.J. Edward G. Farrugia, Istilah-istilah Teologi, Jakarta:Kanisius,2001
Gelsston A., “Saduki”, Ensiklopedia Masa Kini, jilid II,M-Z, Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Hill, Andrew E. & John H. Walton, Survei  Perjanjian Lama, Malang:Gandum Mas, 2013
        Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2010
King, Philip J. &Lawrence E. Stager, Life in Biblical Israel, Jakarta:BPK Gunung Mulia,2012
Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Jogjakarta: Kanisius, 2002
Ludji, Barnaban, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, Bandung:Bina Media Informasi, 2009 
MAWI, Kitab Para Nabi I, Zondervan :Ende-Flores Rapids Nusa Indah, 2006
Poerwadarminta, W.J.S., Tim Penyusus Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1991
Russel, D.S., Penyingkapan Illahi, Jakarta:BPK Gunung Mulia,1993
Siahaan, S.M. & Robert M.Paterson, ”Kitab Daniel” Latarbelakang, Tafsiran dan Pesan, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012
Sipayung, Jonriahman, Air Mata menjadi Mata Air dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan edisi XXVIII, Medan:STT AS, 2012
Spark,T. Austin, Pelayanan Nubuatan, Jakarta:Yayasan PI, 2002

2.    Sumber Internet
Wikipedia, http://id.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Babilonia terakhir diubah pada 17.58, 17 Juli 2014 diakses pada tanggal 03 oktober 2014 pukul 15.26




[1]  W.J.S. Poerwadarminta,Tim Penyusus Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1991),605
[2]  Geral O’ Collins & S.J. Edward G. Farrugia,Isilah-istilah Teologi,(Jakarta:Kanisius,2001),211
[3]  T. Austin Spark,Pelayanan Nubuatan,(Jakarta:Yayasan PI,2002),11-12
[4] W.J.S. Poerwadarminta, Tim Penyusus Kamus Besar Bahasa Indonesia,88
[5]  A. Gelsston, “Saduki”, Ensiklopedia Masa Kini, jilid II,M-Z,(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,2008), 335-336
[6] Jonriahman Sipayung, Air Mata menjadi Mata Air dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan edisi XXVIII,(Medan:STT AS,2012), 53
[7]   W.R.F.Browning, Kamus Alkitab,(Jakarta:BPK Gunung Mulia),42
[8]  Wikipedia, http://id.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Babilonia terakhir diubah pada tanggal 17 Juli 2014 pukul 17.58. diakses pada tanggal 03 Oktober 2014 pukul 15.26
[9]  Philip J. King &Lawrence E. Stager,Life in Biblical Israel,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2012),292
[10] Wikipedia, http://id.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Babilonia terakhir diubah pada tanggal 17 Juli 2014 pukul 17.58. diakses pada tanggal 03 Oktober 2014 pukul 15.26
[11] ……..Ibid, diakses pada tanggal 03 Oktober 2014 pukul 15.26
[12]    S.M. Siahaan & Robert M.Paterson,”Kitab Daniel” Latarbelakang, Tafsiran dan Pesan,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2010),11
[13]   J.Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2003),165
[14]  D.S. Russel, Penyingkapan Illahi,(Jakarta:BPK Gunung Mulia1993),65
[15]   W.R.F.Browning, Kamus Alkitab,73
[16]  Andrew E. Hill & John H. Walton,Survei  Perjanjian Lama,(Malang:Gandum Mas,2013),552
[17]  F.L.Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1,( Jakarta :BPK Gunung Mulia, 2012),692
[18]  MAWI, Kitab Para Nabi I,( Zondervan :Ende-Flores Rapids Nusa Indah, 2006),399
[19]  J.Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama,123
[20]  Barnaban Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2,(Bandung:Bina Media Informasi,2009 ),14-15
[21]  Christoph Barth,dkk,Teologi Perjanjian Lama 2,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2012),362
[22]   Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Jogjakarta: Kanisius 2002),624
[23]  Jonriahman Sipayung, Air Mata menjadi Mata Air dalam Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Medan edisi XXVIII,53
[24] Reinhard Achenbach, Kamus Ibrani –Indonesia,(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012),104
[25] C. Brown, “Resurrection”, Dictionary of the New Testament Theology vol.V, (Michigan: Zondervan,Grand Rapids, 1986), 267
[26] MAWI, Kitab Para Nabi I, 499